Rencana Pemerintah merevisi UU Perkawinan ditanggapi keras kalangan
Muslim.
Banyak yang menilai, usulan ini bukan atas dasar agama, tapi atas hawa
nafsunya
Hidayatullah.com--Menurut
sejumlah sumber, dai kondang Abdullah Gymnastiar, alias Aa Gym, telah
menikah lagi sejak tiga bulan silam. Sedangkan Maria Eva, perempuan yang
berselingkuh dengan Yahya Zaini, mengaku bahwa perzinaan yang mereka
lakukan berlangsung pada tahun 2004.
Namun
atas kehendak Allah Subhanahu wa Ta�ala, kedua berita itu sama-sama baru
tersiar ke masyarakat pada awal Desember 2006 ini. Nampaknya Allah
memang telah merekayasa demikian, untuk memperlihatkan bagaimana reaksi
bangsa ini menanggapi poligami dan perzinaan. Mana yang pilih madu dan
mana pula yang pilih racun.
Seperti
diketahui, setelah Aa Gym melakukan jumpa pers dan mengakui bahwa ia
memang telah menikah lagi, mendadak sontak banyak perempuan yang
bereaksi negatif. Tak cuma para aktivis gerakan feminisme, para ibu-ibu
peserta pengajian Aa Gym, banyak yang mengutarakan kekecewaan dan
kecamannya.
Nursyahbani Katjasungkana misalnya. Aktivis gerakan perempuan yang juga
anggota Komisi III DPR dari FKB menyatakan mendukung gerakan
penandatanganan Koalisi Perempuan Kecewa Aa Gym (KPKAG), yakni kelompok
yang kecewa Aa Gym menikah lagi.
''Sebagai kaum perempuan, kami tentu saja ikut sakit hati, poligami
dengan alasan apa pun telah menyakiti hati kaum perempuan, " ujar
Nursyahbani kepada wartawan.
Revisi PP No. 10/1983
Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, juga ikut uring-uringan.
Selasa (5/12), bersama-sama Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Departemen Agama Nazaruddin Umar keduanya menghadap Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono guna membicarakan PP10/1983 tentang pembatasan
poligami. Dia ingin pembatasan itu tidak hanya bagi PNS dan anggota
TNI/Polri, tapi juga berlaku bagi pejabat negara dan pegawai swasta.
Kepada
wartawan Meutia mengungkapkan, Presiden menyatakan keprihatinannya
dengan kasus poligami yang diterapkan tokoh masyarakat itu.
Karena
itu, Presiden, kata dia menyetujui untuk memperluas aturan itu.
"Presiden mempunyai moral obligation (terikat secara moral) buat
memperhatikan masyarakatnya," kata Meutia.
Kata
Meutia, ide revisi PP 10/1983 ini, karena adanya keresahan masyarakat .
"Titik tolaknya adalah keresahan masyarakat, terutama perempuan yang
merasa tak diperlakukan tidak adil dalam perkawinan," ujarnya.
Poligami Liar
Anehnya,
Meutia dan mereka yang anti-poligami, tidak merasa resah dan prihatin
atas �poligami liar� yang dilakukan Maria Eva dan Yahya Zaini. Padahal,
seperti diakui Maria, setelah berzina berkali-kali dengan anggota DPR
dari Partai Golkar itu akhirnya dia hamil. Tetapi karena Yahya dan istri
Yahya tak menghendaki anak dari hasil perbuatan haram mereka, Eva tidak
berkeberatan untuk menggugurkan kandungannya. Maka pasangan tak
bermoral itu kemudian pergi ke sebuah rumah sakit untuk membunuh
janinnya itu.
Lagi-lagi Meutia juga tidak mengeluarkan kecaman atas tindakan
pembunuhan janin itu. Apakah para perempuan tidak ikut merasa sakit hati
dan diperlakukan tidak adil mengetahui Maria Eva dihamili di luar nikah
lalu disuruh membunuh calon anaknya?
Atau
andaikan mereka tidak menggugurkan kandungan, apakah kaum ibu itu tidak
sedih dan sakit hati mengetahui kelak anak Maria Eva lahir tanpa bapak
yang seharusnya bertanggung jawab atas nasib masa depan anak itu?
Rencana
pemerintah yang akan memperketat aturan poligami, ditanggapi keras oleh
sejumlah tokoh umat Islam. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU) KH Hasyim Muzadi misalnya menyatakan, poligami sebaiknya tidak
diatur dalam sebuah peraturan atau perundang- undangan. Menurutnya,
poligami adalah masalah pribadi seseorang sehingga tidak layak jika
harus diurusi pemerintah.
�Lebih
baik mengurusi masalah kedisiplinan kerja dan peningkatan kinerja
aparatur pemerintahan,�sebagaimana dikutip koran SINDO saat berada di
Indramayu. Meski tidak secara gamblang menolak rencana revisi PP No
45/1990 ini, Hasyim Muzadi menyatakan, persoalan poligami sebaiknya
dibiarkan berjalan secara alamiah.
Di
hadapan ribuan kader NU Indramayu dalam acara pelantikan pengurus cabang
setempat, Hasyim menyampaikan bahwa poligami adalah pilihan seseorang.
Artinya, poligami menjadi tanggung jawab masing-masing individu dengan
berbagai konsekuensi yang akan diperoleh.
Senada
dengan Hasyim, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Din
Syamsuddin menilai, wacana poligami tidak perlu dikembangkan karena
hanya akan membawa masyarakat pada perdebatan yang tidak perlu. Dia
menyesalkan jika persoalan ini ditarik ke tataran politik atau kebijakan
negara karena bisa kontraproduktif dalam upaya membangkitkan bangsa dari
keterpurukan.
�Sementara, begitu banyak masalah bangsa yang strategis yang harus kita
selesaikan, �imbaunya. Menurut Din, poligami adalah masalah khilafiyah
(perbedaan pendapat) dalam Islam, terkait penafsiran terhadap ayat
Al-Qur'an. Karena masalah ini adalah masalah keagamaan, dia mengharapkan
semua pihak untuk berhati-hati menyimpulkannya.
Reaksi Senayan
Tak
hanya tokoh NU dan Muhammadiyah, kalangan DPR juga bereaksi. Umumnya,
para politisi di Senayan mengingatkan agar revisi yang dilakukan tidak
sampai melanggar ketentuan agama, terutama agama Islam.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Effendy Choirie mengingatkan
agar jangan sampai ada peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan
pemerintah, yang melanggar ketentuan agama. "Jadi, kalau pun mau
direvisi, jangan sampai kesannya melarang poligami. Soalnya, Islam
memperbolehkan poligami," ujarnya.
Kalau
hasil revisi PP tersebut nanti malah terkesan membatas-batasi
pelaksanaan poligami, dia menyerukan agar PP itu dihapus saja. "Agama
sudah mengatur pelaksanaan poligami dengan lengkap. Jadi sudah nggak
perlu lagi diatur-atur negara," tegasnya.
Pandangan yang sama juga disampaikan Wakil Ketua MPR AM Fatwa.
Menurutnya, persoalan poligami harus dilihat pemerintah secara jernih
dan objektif. "Jangan sampai pemerintah mengajari masyarakat untuk
munafik dari hukum Allah," tuturnya. Poligami, katanya, mungkin bisa
menjadi salah satu jawaban atas berbagai permasalahan sosial yang kini
dihadapi. "Kita harus berpikiran terbuka," ujarnya.
Aisyah
Baidlowi dari FPG mengakui bahwa poligami memang bisa menjadi jalan
keluar darurat di tengah maraknya praktik perselingkuhan. "Dari sudut
pandang itu, mungkin benar," katanya. Tetapi, menurut dia, tetap harus
ada sisi-sisi lain yang dipertimbangkan, yaitu keadilan bagi keluarga
secara keseluruhan. "Perlu benar-benar dipahami, yang dimaksud adil itu
bagaimana," tandasnya.
Politikus Golkar Ferry Mursyidan Baldan menyampaikan bahwa poligami
dalam konteks sosiologis masyarakat Indonesia bukanlah fenomena baru.
"Tak masalah kalau praktik poligami mau diatur negara, tapi jangan
menjadi seperti dilarang," ujarnya.
Anggota
DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Al Muzammil Yusuf khawatir,
jika poligami dilarang, justru akan menyemarakkan perzinaan. "Dia bukan
diwajibkan, tetapi boleh. Artinya tidak harus, tetapi tidak juga
dilarang. Tetapi ada prasyarat adil. Adil inilah yang perlu kita
bahasakan lebih jelas. Adil dalam konteks masyarakat dimana hak wanita
juga teperhatikan."
Suara Nafsu
Menurut
Aa Gym, pemerintah seharusnya melarang hal-hal yang dinyatakan
jelas-jelas diharamkan dan tidak melarang sesuatu yang dihalalkan oleh
agama. "Berantas dulu pelacuran dan perzinaan yang masih banyak di
negeri ini," kata Aa Gym saat berceramah di Masjid Raya Batam, Selasa
malam. Ia mengatakan setuju dengan PP yang sifatnya menertibkan, namun
harus jelas apa yang ditertibkan. "Aa setuju saja agar tertib,"
tambahnya.
Menurut
pimpinan Pesantren Darut Tauhid Bandung ini, poligami dibolehkan dengan
syarat yang berat. Karenanya, ia tidak menganjurkan jamaahnya untuk
beristri lebih dari satu. "Kalau tidak ada ilmunya, lebih baik jangan,"
katanya.
Banyak
pihak menilai, usulan merevisi UU Perkawinan hanya karena ada tokoh yang
berpoligami itu sebagai sikap emosional yang lebih menonjolkan hawa
nafsu semata. Menurut Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq,
"Mereka itu memang tidak bicara atas agama, tapi atas hawa nafsunya.
Ajaran Rasulullah tidak sebodoh dan senaif yang mereka tuduhkan, justru
Rasul mengangkat derajat kaum wanita yang dinikahinya," tegas dia.
Menurut
anggota Komisi III DPR (bidang hukum) Patrialis Akbar, poligami justru
melindungi hak-hak wanita. ''Jika poligami dilarang maka mereka akan
menikah sirri (diam-diam). Istrinya jadi istri simpanan yang hak-haknya
tidak dijamin. Jika poligami tidak dilarang, hak-hak perempuan dan
anak-anaknya akan terjamin,'' tandas anggota Fraksi Partai Amanat
Nasional itu.
Dalam
Debat di SCTV dengan topik, "Poligami, Siapa Takut?" di Studio SCTV,
Rabu (6/12) tadi malam, Yoyoh Yusroh dari Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) mengatakan, agama Islam membolehkan poligami agar
umatnya terhindar dari praktek perzinaan. Karenanya, ia tak keberatan
andai suaminya memutuskan untuk berpoligami. Karena poligami justru
memuliakan hak perempuan dan anak-anaknya, sedangkan perzinaan merupakan
penghinaan terhadap perempuan.
Jadi Fir�aun?
Ketua
Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq, meminta Presiden SBY untuk
membuka mata hatinya, sehingga tahu mana yang seharusnya dilakukan.
"Pak
Presiden jangan buta hatinya. Yang perlu dilarang dan diberantas adalah
pelacuran dan perselingkuhan, bukan poligami. Perzinaan itu harus
dihukum berat, bila perlu dirajam," demikian kata Habib Rizieq dikutip
situs bisnis.com.
"Dalam
Islam halal menikahi dua, tiga atau empat perempuan. Kalau sampai
Pemerintah melarang poligami, apa SBY mau jadi Fir'aun yang berani
menentang Allah?" tantang Habib Rizieq.
Kekecewaan yang dialami Habib juga dirasakan tokoh Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), Lukman Hakiem. �Ini artinya, zina yang haram
difasilitasi Pemerintah, sedangkan poligami yang halal
dikriminalisasi,"ujarnya dikutip koran Duta.
Poligami dan Kejantanan
Suara
pendukung poligami yang cukup menarik datang dari Ketua Pengurus PBNU,
Masdar Farid Mas'udi.
Meski
dikenal sebagai tokoh pendukung pemikiran liberal ini, dalam hal
poligami ia berpendapat bahwa poligami adalah sesuatu yang natural alias
alami sebagai penyeimbang banyaknya supply (jumlah perempuan yang ingin
menikah) dengan demand (lelaki yang mampu menjadi suami).
�Jumlah
perempuan selalu lebih besar dibanding lelaki yang layak menjadi suami.
Poligami akan memperkecil ketidakseimbangan itu, � ujar Masdar.
Menurutnya, sebagaimana dikutip koran Duta Masyarakat, Kamis (7/12),
semua yang jantan diciptakan dengan bakat poligami. �Meski begitu, tidak
hanya menguntungkan lelaki. Lembaga poligami justru untuk memenuhi hajat
hidup dan hal reproduksi perempuan, � ujarnya.
Seharusnya yang dilakukan pemerintah, kata Masdar, mendorong terjadinya
poligami yang bertanggungjawab ketimbang mengkriminalisasikannya yang
hanya akan memperbanyak monogami liar dan perselingkuhan yang
menghinakan kaum perempuan.
Jika Jalan Terus
Jika
Pemerintah SBY tetap jalan terus, melarang poligami dan membiarkan
perzinaan, maka akan terulang kisah di sebuah negara sekuler di Afrika,
seperti yang diceritakan Syaikh Abdul Halim Mahmud. Dikisahkan, ada
seorang tokoh Islam yang menikah untuk kedua kalinya (berpoligami)
secara syah menurut aturan syar`i. Namun berhubung negeri itu melarang
poligami secara tegas, maka pernikahan itu dilakukan tanpa melaporkan
kepada pemerintah.
Rupanya,
intelejen sempat mencium adanya pernikahan itu dan setelah melakukan
pengintaian intensif, dikepunglah rumah tokoh ini dan diseretlah dia ke
pengadilan untuk dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Melihat situasi yang
timpang seperti ini, maka akal digunakan. Tokoh ini dengan kalem
menjawab bahwa wanita yang ada di rumahnya itu bukan istrinya, tapi
teman selingkuhannya. Agar tidak ketahuan istri pertamanya, maka mereka
melakukannya diam-diam.
Mendengar pengakuannya, kontan saat itu juga pihak pengadilan atas nama
pemerintah meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kesalah-pahaman itu.
Dan memulangkannya dengan baik-baik serta tidak lupa tetap meminta maaf
atas insiden itu. Ingin seperti itu?
[Cholis Akbar, berbagai sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tidak ada hasil tanpa usaha tiada usaha tanpa hasil.